Sumatera Utara ,Galaxy Monitor,25 November 2025
Menimbang Dua Arus Besar dalam Praktik Pemberitaan Modern dan di tengah derasnya informasi, seorang jurnalis menghadapi dua tuntutan yang sering kali dianggap bertentangan: tuntutan kualitas dan tuntutan humanisme.
Keduanya sama-sama penting dan ada keterkaitan, tetapi tidak selalu mudah untuk dikawinkan dalam satu produk jurnalistik. Di satu sisi, publik menuntut akurasi, data kuat, dan integritas.
Di sisi lain, publik juga ingin merasa didengarkan, dipahami, dan mendapat ruang bagi pengalaman manusiawi yang sering hilang dalam statistik belaka, Selasa.(25/11/25)
Pertanyaannya sederhana: Apakah jurnalisme berkualitas dan jurnalisme humanistik memang dua kutub yang berbeda, atau sebenarnya dua sisi dari mata uang yang sama?.
Jurnalisme Berkualitas Ketika Fakta Menjadi Pondasi
Jurnalisme berkualitas sering dikaitkan dengan elemen-elemen klasik:
– Verifikasi ketat
– Sumber yang kredibel
– Analisis berbasis data
– Independensi redaksi
– Struktur laporan yang profesional
Model ini menekankan bahwa jurnalisme adalah pengetahuan publik yang harus dibangun seteliti mungkin. Dalam tradisi ini, wartawan dipandang sebagai penjaga gerbang (gatekeeper) yang bertanggung jawab memastikan fakta dipilah dari opini, bukti dipisahkan dari rumor, dan berita tidak berubah menjadi propaganda.
Baca juga: Tak Ada Perlawanan dan Tidak Berdasar, Penggugat Elman Simangunsong Cabut Gugatannya di PN Medan MEDAN // Kornelius Tarigan dan Penasehat Hukumnya membaca hasil penetapan perkara Perdata nomor: 571/Pdt.G/2025/PN.Mdn oleh Ketua Majelis Hakim dan Anggota di sistem Ecourt Pengadilan Negeri Medan, pada Selasa.(14/10/25) Hasil penetapan perkara perdata register perkara nomor: 571/Pdt.G/2025/PN.Mdn yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Frans Manurung, Hakim Anggota Vera Yetti Magdalena SH MH, dan Lenny Megawati Napitupulu SH MH, disampaikan dalam persidangan bahwa menetapkan dan memerintahkan kepada Panitera PN Medan Linda Mora Hasibuan SH, agar mencoret perkara gugatan perdata tersebut. Dan juga Majelis Hakim memerintahkan secara langsung kepada penggugat agar membayar biaya perkara sebesar Rp1.100.300,00 ( Satu Juta Seratus Ribu Tiga Ratus Rupiah ). Refi Yulianto S.H., selaku kuasa hukum Kornelius Tarigan usai sidang menyampaikan kepada awak media bahwa, "Kalau begini ceritanya, sama artinya Saudara Elman Mengaku Kalah Sebelum Berperang, belum apa-apa kok sudah Mencabut Gugatannya. Hal ini patut diduga Karena Tidak Memiliki bukti atas dasar Gugatannya yang sangat tidak masuk akal", tegasnya. Sengketa tersebut diberitakan sebelumnya, terkait komisi jual beli tanah kebun sawit yang terletak , Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) seluas 460 Hektar. Dimana awalnya penggugat Elman Simangunsong sempat meminta ganti rugi sebesar Rp1,3 miliar, namun angka tersebut sempat berubah menjadi Rp700 juta kemudian jadi Rp300 juta, dan sekarang semakin aneh saja gugatan pun telah dicabut. Sehingga Pengadilan Negeri Medan dengan register perkara perdata nomor: 571/Pdt.G/2025/PN.Mdn tertanggal 6 Oktober yang lalu, menetapkan untuk menghentikan/mencabut perkara ini dan kedepannya kedua belah pihak yang terkait perkara ini tidak perlu dilanjutkan, dan dinyatakan telah dihentikan serta hasil penetapan telah dikirimkan secara elektronik melalui Sistem informasi Pengadilan pada hari itu juga. Kornelius Tarigan selaku Principal tergugat dua sangat menyayangkan keputusan Penggugat yang sudah terburu-buru mencabut gugatannya. Hal ini malah menjadi fikiran bagi kami para tergugat, jangan jangan gugatan yg diajukankan elman mangunsong ini hanyalah sebuah modus gertak-gertak sambal agar kami membayar. "Ternyata dari sekian kali mediasi, tidak ada satupun dari kami Tergugat satu, dua dan tiga yg mau membayar kepada Penggugat. Karena menurut kami tidak ada satupun dasar ataupun alasan bahwa kami harus membayar kerugian yg dimintanya. Salah pilih lawan dia itu", ucap Tarigan.(Red/Tim)
Namun, kualitas yang terlalu teknokratis terkadang membuat berita jauh dari denyut manusia yang menjadi dasar keberadaannya. Akurasi bisa hadir, tetapi empati hilang.
Jurnalisme Humanistik Ketika Suara Manusia Menjadi Inti
Berbeda dengan pendekatan teknis, jurnalisme humanistik berfokus pada:
– Cerita personal
– Pengalaman emosional
– Human interest
– Perjuangan, trauma, harapan, empati.
Di sini jurnalis tidak hanya mengejar fakta, tetapi juga makna di balik fakta tersebut. Jurnalisme humanistik percaya bahwa publik tidak hanya butuh tahu apa yang terjadi, tetapi mengapa itu penting untuk kehidupan manusia sehari-hari.
Jurnalisme model ini memberi martabat bagi kelompok yang selama ini kalah dalam ruang publik, minoritas, korban, masyarakat marginal, dan mereka yang suaranya tenggelam oleh riuh statistik.
Apa Resikonya Jika tidak berhati-hati?, Jurnalisme humanistik dapat tergelincir menjadi sentimentalisme, dramatisasi, atau pengaburan fakta demi efek emosional.
Dua Arus yang Saling Melengkapi
Perbedaan antara keduanya bukan berarti keduanya tidak bisa berjalan bersama. Justru jika dipadukan, jurnalisme bisa mencapai bentuk terbaiknya:
*1. Fakta yang humanis*
Berita tetap akurat, tetapi tidak kehilangan konteks kemanusiaan.
*2. Cerita manusia yang tetap terverifikasi*
Baca juga: Kinerja Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Namorambe dan Komite Sekolah Disorot — Dugaan Penyalahgunaan Dana BOS dan Kutipan SPP Rp70 Ribu per Siswa Mencuat Deli Serdang | Kinerja Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Namorambe, Anna Simanjuntak, dan Komite Sekolah berinisial SYR yang juga diketahui merupakan oknum wartawan, kini menuai sorotan tajam. Pengelolaan dan pengalokasian Dana BOS serta kutipan SPP pertahunnya yang mencapai miliaran rupiah dinilai janggal dan perlu diawasi. Dugaan penyalahgunaan anggaran ini mencuat setelah tim wartawan melakukan penelusuran langsung ke SMA Negeri 1 Namorambe, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang. Dari hasil kunjungan, ditemukan sejumlah kejanggalan pada pelaksanaan pembangunan dan transparansi penggunaan anggaran sekolah. Beberapa siswa yang berhasil ditemui di lokasi mengaku bahwa pihak sekolah melakukan kutipan SPP sebesar Rp70.000 per bulan per siswa, meskipun sekolah sudah menerima dana BOS dari pemerintah. Selain itu, tim wartawan menemukan adanya pembangunan beberapa ruangan dan proyek tembok pagar sepanjang 40 meter di lingkungan sekolah. Namun, proyek tersebut tidak dilengkapi dengan plang informasi publik sebagaimana diatur dalam ketentuan proyek pemerintah — yang seharusnya memuat sumber dana, waktu pelaksanaan, serta pelaksana proyek. Salah satu pelaksana proyek, Sembiring, mengaku bahwa anggaran pembangunan tembok tersebut berasal dari Dana BOS sebesar sekitar Rp40 juta. Padahal, berdasarkan data yang diperoleh dari sumber internal, alokasi dana sarana dan prasarana sekolah untuk tahun 2024–2025 mencapai sekitar Rp300 juta. Berikut data yang diperoleh wartawan dari dokumen internal sekolah: --- Rincian Dana BOS 2024 Tahap I Total Dana: Rp534.280.000 Pencairan: 18 Januari 2024 Pemeliharaan sarana dan prasarana: Rp210.575.066 Honor: Rp41.712.000 Total penggunaan: Rp498.423.840 Dana BOS 2024 Tahap II Total Dana: Rp534.280.000 Pencairan: 12 Agustus 2024 Pemeliharaan sarana dan prasarana: Rp99.189.399 Multimedia pembelajaran: Rp96.000.000 Total penggunaan: Rp529.792.330 Dana BOS 2025 Tahap I Total Dana: Rp527.440.000 Pencairan: 22 Januari 2025 Multimedia pembelajaran: Rp143.000.000 Pemeliharaan sarana dan prasarana: Rp99.306.800 Honor: Rp108.216.000 Total penggunaan: Rp514.401.350 --- Dengan total dana BOS mencapai lebih dari Rp1,5 miliar dalam kurun waktu dua tahun terakhir, publik menilai perlu adanya audit mendalam terhadap pengelolaan keuangan di SMA Negeri 1 Namorambe. Terpisah, Ketua DPD Media Organisasi Siber Indonesia (MOSI) Sumatera Utara, Marolop Sihotang yang juga Pimpinan Redaksi Boaboa.id / BBTV, menyampaikan bahwa pihaknya akan segera melayangkan surat resmi permohonan klarifikasi dan konfirmasi ke sejumlah instansi, antara lain Dinas Pendidikan Sumatera Utara, Inspektorat Deli Serdang, Kejaksaan Tinggi Sumut, dan Polda Sumut. > “Kami akan menyurati instansi terkait agar melakukan audit dan pemeriksaan transparan terhadap penggunaan Dana BOS di SMA Negeri 1 Namorambe. Hal ini penting agar publik tidak menilai ada pembiaran dari dinas maupun aparat hukum,” ujar Marolop Sihotang. MOSI Sumut menilai, pengawasan dan transparansi penggunaan Dana BOS sangat penting agar tidak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan kewenangan. Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum diharapkan segera turun langsung ke lapangan untuk melakukan audit dan investigasi menyeluruh, guna memastikan penggunaan Dana BOS di SMA Negeri 1 Namorambe sesuai dengan peraturan dan petunjuk teknis yang berlaku.
Kisah penuh emosi tetap dijaga dengan standar verifikasi ketat sehingga tidak berubah menjadi dongeng.
*3. Publik memperoleh kebenaran sekaligus makna*
Informasi yang kuat meningkatkan literasi, sementara sentuhan humanistik membuat publik peduli.
Di era polarisasi dan banjir informasi, model hibrida ini bukan hanya ideal, tetapi kebutuhan.
Tantangan Utama Industri dan Algoritma
Dalam praktiknya, idealisme jurnalisme harus berhadapan dengan kenyataan industri dan algoritma media sosial.
-Artikel berkualitas sering dianggap “terlalu berat”.
-Artikel humanistik dianggap “terlalu panjang”.
-Redaksi ditekan rating, iklan, dan klik.
Pada akhirnya banyak media tergoda mengambil jalan tengah yang keliru, judul emosional tanpa kedalaman, atau analisis kering tanpa jiwa.
Di sinilah pentingnya integritas ruang redaksi, memilih kualitas tetapi tetap membela manusia dalam cerita, bukan angka dalam laporan.
Jurnalisme berkualitas mengajarkan kita untuk mengerti kebenaran.
Jurnalisme humanistik mengajarkan kita untuk merasa kebenaran.
Keduanya penting — dan ketika bertemu, lahirlah jurnalisme yang bukan hanya informatif, tetapi juga memanusiakan. Di tengah zaman ketika kebenaran mudah ditarik-ulur, jurnalisme yang mampu menghadirkan ketepatan data sekaligus kehangatan manusia adalah harapan terakhir agar publik tetap waras, kritis, dan berempati.(Red/Tim